Tanggamus (SuryaLampung) – Setiap pagi, sebelum matahari benar-benar tinggi, Susilo sudah memacu perahunya di atas tenangnya air Waduk Batu Tegi. Pria berperawakan kekar itu adalah satu dari sedikit orang yang menggantungkan hidup dari air di Desa Toto Margo, Kecamatan Air Naningan, Kabupaten Tanggamus.
Perahunya bukan sekadar sarana transportasi, melainkan jembatan harapan bagi warga sekitar yang hendak menuju perkebunan kopi di tengah hutan register 22.
Dengan mesin diesel yang menderu, Susilo mengantar para pekebun menyeberangi waduk seluas ratusan hektare. Perjalanan dari dermaga Batu Tegi menuju tepi hutan membutuhkan waktu sekitar 45 menit. Dalam sekali jalan, ia mampu membawa hingga sepuluh penumpang sekaligus, melintasi permukaan air yang tenang tapi menyimpan tantangan.
“Kalau penumpangnya cuma dua atau tiga orang, biasanya saya kasih tarif Rp100 ribu. Tapi kalau penuh, cukup Rp25 ribu per orang,” kata Susilo sambil mengisi solar ke tangki perahunya. Perhitungan tarif itu sudah disesuaikan dengan biaya bahan bakar dan risiko perjalanan yang tak bisa dianggap sepele.
Susilo bukan hanya mengantar manusia. Di musim panen, perahunya berubah menjadi angkutan hasil bumi. Biji kopi yang sudah dipanen dan sudah dikemas dalam karung, diangkut menyusuri waduk untuk dijual ke tengkulak.
“Kalau bawa kopi lebih dari lima kuintal, biasanya saya minta Rp150 ribu. Beratnya juga jadi tantangan,” ujarnya sambil menunjuk karung-karung kopi yang menumpuk di dermaga.
Meski terdengar sederhana, pekerjaan Susilo menyimpan keberanian dan konsistensi. Selama tiga tahun terakhir, ia tak pernah alpa menunaikan perannya sebagai penghubung dua dunia: kampung dan kebun. Di balik perahunya, ada anak-anak yang bisa sekolah, ada dapur yang tetap mengepul.
Hujan deras, kabut tebal, atau bahkan angin kencang tak menyurutkan langkah Susilo. Baginya, mengarungi Waduk Batu Tegi adalah jalan hidup yang harus dijalani dengan ikhlas. “Selama mesin masih hidup dan air belum kering, saya akan terus narik,” katanya sambil tersenyum.
Di tengah terpencilnya wilayah dan minimnya akses jalan darat, keberadaan Susilo menjadi bukti nyata bahwa kerja keras dan keteguhan bisa membuka jalan. Ia bukan hanya mengangkut penumpang, tetapi juga harapan-harapan kecil dari desa yang bertumpu pada luasnya air bendungan.