Lampung Timur – Kondisi pasar tradisional Inpres di Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur, menjelang Idul Fitri tahun ini cukup memprihatinkan. Dua hari sebelum hari raya, yang seharusnya menjadi waktu puncak aktivitas pasar, suasana pasar justru tampak lengang.
Tidak ada hiruk-pikuk pembeli yang biasanya memenuhi lorong-lorong pasar untuk berbelanja kebutuhan lebaran. Para pedagang terlihat duduk termenung di kursi mereka, menunggu kedatangan pembeli yang tampaknya semakin jarang datang.
Menurut beberapa pedagang, sepinya pasar tradisional ini disebabkan oleh adanya toko semi swalayan yang semakin menjamur di sekitar wilayah tersebut. Toko-toko yang terletak hanya 500 meter dari pasar tradisional tersebut menawarkan kenyamanan.
Berbelanja yang lebih modern, lengkap dengan fasilitas yang lebih memadai, seperti tempat parkir yang luas dan ruang yang lebih dingin ber-AC. Hal ini membuat banyak pembeli lebih memilih berbelanja di tempat yang lebih nyaman daripada datang ke pasar tradisional yang terasa lebih sempit dan panas.
Elvi Mariana, seorang pedagang pakaian di pasar tradisional Way Jepara, mengungkapkan bahwa kondisi pasar yang sepi sudah berlangsung sejak tahun 2021, bertepatan dengan mulai banyaknya toko semi swalayan berdiri di sekitar pasar.
“Dulu, menjelang Idul Fitri, saya bisa meraup omset lebih dari 5 juta rupiah per hari. Tapi sejak toko-toko semi swalayan hadir, sekarang saya bahkan kesulitan untuk mendapatkan 500 ribu rupiah dalam seminggu,” ujar Elvi.
Tingkat penurunan pembeli di pasar tradisional Way Jepara sangat signifikan, bahkan diperkirakan mencapai 90 persen. Sejumlah pedagang lainnya mengungkapkan keluh kesah yang sama. Mereka merasa kalah bersaing dengan toko-toko semi swalayan yang lebih diminati pembeli karena menawarkan kenyamanan dan fasilitas yang lebih baik.
“Bukan hanya pakaian, hampir semua barang yang kami jual sudah ada di toko-toko semi swalayan dengan harga yang lebih terjangkau dan sistem belanja yang lebih praktis,” ungkap salah satu pedagang yang enggan disebutkan namanya.
Seiring dengan sepinya pembeli, banyak toko di pasar tradisional Way Jepara yang akhirnya tutup. Sekitar 85 persen dari jumlah total toko yang ada kini tidak lagi beroperasi. Hal ini menunjukkan betapa sulitnya bagi pasar tradisional untuk bertahan dalam persaingan dengan toko semi swalayan yang semakin menjamur. Tentu saja, hal ini menjadi tantangan besar bagi para pedagang yang menggantungkan hidupnya di pasar tradisional.
Para pedagang pasar tradisional mulai beralih cara untuk bertahan, seperti berjualan secara daring atau membuka toko di media sosial. Namun, tidak semua pedagang memiliki kemampuan atau akses untuk beradaptasi dengan teknologi tersebut. Hal ini semakin memperburuk kondisi mereka yang sudah tertekan akibat berkurangnya jumlah pembeli.
Tidak hanya berdampak pada pedagang, kondisi pasar yang sepi ini juga mempengaruhi perekonomian lokal. Pasar tradisional biasanya menjadi salah satu pusat perputaran ekonomi masyarakat sekitar, baik dari pedagang, tenaga kerja, hingga pemasok barang. Namun, dengan sepinya pengunjung, perekonomian yang bergantung pada pasar ini mulai tergerus oleh keberadaan toko semi swalayan.
Pemerintah setempat diharapkan bisa menemukan solusi untuk mengatasi permasalahan ini. Beberapa pihak mengusulkan agar pasar tradisional bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman, misalnya dengan meningkatkan fasilitas, memperbaiki kebersihan, atau menghadirkan suasana yang lebih nyaman bagi pengunjung.
Namun, yang terpenting adalah menciptakan sebuah ekosistem yang saling mendukung antara pasar tradisional dan toko modern, sehingga kedua pihak dapat tetap tumbuh bersama tanpa saling merugikan.
“Kami sebagai pedagang di pasar tradisional pasrah mungkin 5 tahun kedepan pasar inpres Way Jepara tutup total kecuali pedagang sembako”kata Evi. (Red)